Oleh : WN
“Angin itu membawaku pergi jauh, dan ikut merengkuh mimpiku
Angin itu meniupkan semilir sejuk pengharapan dan doaku kepada Tuhan
Angin itu juga menghempaskanku dari kasih yang tak sampai
Angin membawaku berhijrah membawa serta kuat dan lemahnya imanku
Dan angin itu membimbingku kembali ketempat dimana aku berasal”
Aku menyukai tempat ini, aku selalu menyukainya, rumputnya hijau dengan
hamparan yang sangat luas, udaranya hangat dan angin selatan meniup
rambutku dengan pelan, pepohonan yang sengaja dibiarkan tumbuh membesar
membuat padang rumput di sebuah bukit kecil ini teduh dan nyaman untuk
dijadikan tempat bersantai, dari kejauhan kulihat bias jingga mentari
yang berpendar indah membuat rona langit di provinsi ini terlihat
berkilau keemasan, saat itu adalah musim gugur dan daun-daun momiji dari
pohon maple berjatuhan ditiup angin yang berhembus,membuat sketsa alam
yang memanjakan mata, suasana seperti iniyang akan aku rindukan dari
tempat ini.
Kumpulan sapi itu dengan malas asik mengunyah rumput yang sudah masuk ke
perutnya yang bersekat-sekat hingga dia bisa mengembalikan rumput yang
sudah ditelanya untuk dikunyah kembali, pikiranku melayang kekampung
halaman, kalau dikampungku sapi-sapi ini istilahnya sedang nggayemi.
Aku tersenyum sendiri karena bernostalgia kebeberapa waktu yang lalu,
dimana aku masih menjadi pemuda kampung pengangguran yang baru putus
kuliah, dan pekerjaanku kala itu Cuma mencari rumput untuk pakan ternak.
Kulempar pandangan dan melihat beberapa pekerja mulai berkemas pulang
setelah seharian bekerja di peternakan sapi itu, cukup banyak pekerja
peternakan disini karena memang sapi-sapi itu adalah sapi spesial, sapi
wagyu adalah sapi khusus yang memiliki harga jual yang sangat tinggi,
bahkan dagingnya adalah daging sapi termahal didunia, harganya bisa
lebih dari ¥25.000/kg, ya sangat mahal memang, bahkan untuk daging
bagian tertentu seperti bagian tenderloin yang biasa dijadikan steak di
Aragawa bisa mencapai ¥40.000 itu bahkan hampir sama dengan uang sakuku
selama sebulan disini...
Aku berdiri dari tempatku duduk dan membersihkan celanaku dari
rerumputan yang menempel, hari menjelang malam dan aku harus kembali ke
asrama dimana aku tinggal. aku menyusuri jalanan kota kobe yang bersih
dan asri, aku berbarengan dengan beberapa pejalan kaki yang berjalan
pulang dengan sangat cepat
“kebiasaan orang jepang”gumamku pelan, beberapa hal yang aku pelajari
selama disini adalah kebiasaan orang lokal, yaitu cepat... semua serba
cepat, kerja cepat, jalan cepat, makan cepat, bahkan ketika sampai rumah
mereka cepat-cepat tidur agar bisa cepat bangun dan cepat bekerja, hal
lainya adalah kesukaan mereka tentang antri.. orang-orang disini sangat
suka antri, naik bis antri, jalan antri, ke toilet antri bahkan mereka
rela antri panjang untuk sekedar membuang sampah, hal yang sangat
kontras jika dibandingkan kebiasaan orang didaerahku yang mempunyai
semboyan “alon-alon ndang kelakon” dalam bekerja dan kemrungsung dalam
hal antri.
Hanphoneku bergetar dari dalam saku celana jeans, aku buru-buru merogohnya dan membaca pesan singkat line itu..
“Bejo kun, dimana kamu? Semuanya sudah siap” begitu kira-kira bunyi
pesan singkat itu jika diterjemahkan dalam tulisan romanji atau tulisan
latin. Pesan itu dari teman dekatku bernama Harum..
aku memasukan hp kesaku dan tidak membalas pesan dari Harum, kenapa?
Karena asramaku sudah terlihat dan tidak sampai 5 menit aku akan sampai
kerumah, meskipun sudah beberapa lama tinggal disini tetap saja aku
tidak bisa mengikuti budaya cepat ala orang jepang, aku tetap dengan
mental jawaku yang ndablek dan berjalan dengan alon-alon, aku sengaja
berlama-lama berjalan untuk menikmati desiran angin pantai dan bunyi
deburan ombak dari laut setonakai yang tidak seberapa jauh dari
lingkunganku, jadi dari kejauhan aku bisa melihat birunya laut dengan
pemandangan indahnya, disisi pinggir terlihat sibuknya pelabuhan Kobe
yang dari pertama aku menginjakan kaki disini memang tidak pernah
istirahat dari aktivitas manusianya.
Aku sampai didepan asramaku, jangan bayangkan aku tinggal disebuah
apartemen,ini lebih mirip kost-kostan mahasiswa yang ada di Jogja, hanya
saja disini bergaya Minka atau rumah tradisional jepang, aku melepas
kutsu yang sudah lusuh karena begitu lama saya kenakan, menatanya ke
rack shoes dan menggantinya dengan heyabaki atau alas kaki yang khusus
digunakan didalam rumah.
“harum..aku pulang” panggilku dari luar pintu
“kenapa lama sekali?, aku menunggumu seharian Bejo kun” kata perempuan yang muncul dari balik pintu itu...
Namanya adalah Harum, begitu aku memanggilnya, sebenarnya namanya adalah
Harumi yang berarti musim semi, aku memanggilnya Harum karena terdengar
lebih nyaman ditelingaku.
Putih, seperti gadis jepang kebanyakan, sipit seperti gadis jepang pada
umumnya,dan aku yakin semua akan sepakat mengatakan kalau Harum adalah
gadis yang cantik, dapat terlihat jelas dari rambutnya yang hitam gelap,
hidungnya yang mancung,binar matanya dan satu hal spesial yang bisa
membuatmu jatuh cinta adalah senyumanya yang sangat manis.
“yaaa aku sedang menikmati suasana sekitar, kamu tau sendiri tidak lama
lagi aku akan berpisah dengan tempat ini” jawabku sambil nyelonong masuk
kedalam asrama.
Sebenarnya aku tidak sendiri disini, awalnya beberapa teman senegara
juga menjalani program belajar sama sepertiku, tapi karena aku adalah
angkatan terakhir maka teman-temanku sudah selesai mengikuti program
selama 6 bulan ini dan sudah kembali ke tanah air, jadi tinggalah aku
sendiri menghadapi kerasnya kota Kobe dengan tingginya biaya hidup
didalamnya, statusku yang hanya seorang trainer ditambah kenyataan bahwa
aku hanyalah gaijin yang tinggal sendirian membuat semuanya tidak
mudah, tapi sama seperti namaku “Bejo” im a lucky man, takdir membawaku
bertemu seseorang yang membuat kisah yang akan terekam dan terkenang
manis selamanya di otak dan hatiku, dia adalah Harumi, seorang mahasiswi
asal Osaka yang sedang melakukan penelitian di kobe, awal pertemuan
kami terjadi di peternakan yang menjadi latar pertama cerita ini
dimulai, saat itu aku sedang berjalan berkeliling dan menjepret gambar
beberapa anak sapi menggunakan kamera saku yang yang aku bawa, semuanya
baik-baik saja sampai tiba-tiba seekor sapi betina ambruk dan melenguh
kencang, aku yang tidak tau apa-apa mengenai dunia peternakan Cuma bisa
tolah-toleh mencari beberapa pekerja yang harusnya ada disekitar situ
tapi sial bagiku karena entah kenapa pekerja yang biasanya hilir-mudik
kini tidak nampak sama sekali, dan sapi betina berukuran jumbo itu aku
yakin akan segera melahirkan,
Dan entah darimana datangnya, tiba-tiba seorang gadis berlari dengan
kencang dan berteriak-teriak dengan bahasa yang tidak begitu aku
mengerti datang dengan sebuah kotak besar,
“kenapa diam saja dan tidak memanggilku, tolong carikan ember dan bawakan kain yang tersampir itu!” bentaknya kepadaku.
Aku yang tidak begitu paham dengan situasi dan bahasa jepang yang begitu
cepat dia ucapkan itu membuatku hanya bisa menerka, kira-kira apa
maunya gadis asing ini, dia menunjuk sebuah kain yang sedang terjemur
dan dengan segera aku mengambil dan menyerahkanya kepada gadis itu..
“ember! Kubilang ambilkan ember disana! Apa kamu tuli??” bentaknya lagi sambil menunjuk sebuah ember..
Sebal juga rasanya dibentak orang yang tidak kalian kenal, disuruh-suruh
pula, tapi karena aku melihat dia hanya seorang gadis dan sendirian
menangangi sapi melahirkan itu maka aku pasrah, pasrah disuruhnya
ini-itu, gawat juga seandainya tidak ada gadis itu, bagaimana jika sapi
wagyu itu mati? Dan karena hanya ada aku disana mungkin aku akan dituduh
melakukan tindakan yang membuat sapi itu mati, kan bahaya karena sapi
wagyu itu bukan binatang murah, bisa-bisa langsung dideportasi kan
berabe, begitu pikirku kala itu...
Singkatnya, sapi itu berhasil melahirkan dibantu gadis asing itu, dan
tidak selang berapa lama para pekerja di peternakan ini baru muncul, aku
baru tau ternyata mereka semua sedang istirahat makan siang...
Aku membersihkan diri dengan mencuci tangan karena kotor akibat terkena
lendir dan darah dari sapi itu, disampingku ada gadis jepang yang
barusan, mungkin dia adalah dokter hewan, atau apa aku tidak peduli,
karena kaum muda jepang itu biasanya sangat tidak ramah dengan gaijin
sepertiku..
“terimakasih sudah membantuku, maaf memintamu melakukan hal yang bukan
menjadi tugasmu” kata perempuan itu sambil membungku, perilaku khas
orang jepang untuk meminta maaf berkenalan dan sebagainya..
“ah.. tidak masalah, aku kebetulan lewat untuk menggambil gambar saat sapi itu tiba-tiba jatuh” jawabku dengan kalem..
“maksudmu??,kamu bukan pekerja disini? Oh maafkan aku, aku tidak tau
kalau kamu bukan pekerja, aku merasa tidak enak, maafkan aku” kata gadis
itu dengan menunduk,
aku tersenyum, ternyata gadis ini bisa sopan juga, begitu batinku dalam hati..
“ahhh tidak apa-apa, sungguh.. senang bisa membantu jika itu tadi bisa disebut membantu”
Dan disitulah kami berkanalan, Harumi seorang Mahasiswi Kedokteran hewan
yang sedang magang disini, dan namaku Bejo, seorang siswa magang juga
yang sedang praktek di perusahaan pertanian tomat tidak jauh dari
peternakan itu, sejak saat itu kami sering bertemu, awalnya hanya saling
menyapa, dan karena intensitas seringnya kami bertemu aku beberapa kali
memberanikan diri mengajaknya mengobrol, dan ternyata Harum adalah
gadis yang sangat baik dan menyenangkan...
Kami bertukar nomor telefon dan rutin berkomunikasi via aplikasi Line,
dan dari situ keakraban kami mulai terjalin baik, kami sering makan
siang bersama, bahkan jalan bersama,dia selalu tertarik dengan ceritaku
tentang kampung halamanku yang berada di Jogja..
“tempat tinggalmu terdengar eksotis” begitu katanyatiap kali aku
menceritakan budaya dan bagaimana masyarakat dimana aku tinggal,
“bolehkah suatu saat nanti aku mengunjungi rumamu?, aku ingin melihat
Jogjakaruta” begitu yang selalu dia tanyakan tiap kami selesai
mengobrol, orang jepang memang tidak bisa melafalkan kalimat dengan
huruf mati selain “N” maka Harum menyebut Jogjakarta dengan Jogjakaruta,
begitu juga saat menyebut Jakarta maka orang jepang akan melafalkannya
menjadi Jakaruta, begitu juga kalimat-kalimat lain dalam bahasa inggris
yang dilafalkan orang jepang semaunya sendiri, itu kadang membuatku
terkendala dalam hal bahasa disini.
Cantik, pintar, dan asik, laki-laki mana yang tidak betah berlama-lama
denganya, begitu juga aku yang merasa sangat nyaman dengan Harum..
“kamu adalah laki-laki yang unik dan baik, belum pernah aku bertemu
orang sepertimu, aku sangat nyaman berada didekatmu Bejo kun, aku
berharap kamu tinggal lebih lama disini agar kita selalu bisa bertemu”
Harum mengatakan itu, dan teman kalian tau? Rasanya aku ingin meloncat
setinggi-tingginya karena saking senangnya mendengar perkataan Harum,
ada perasaan aneh yang aku rasakan saat bertemu denganya, saat melihat
senyum itu, saat melihat binar mata itu dan saat melihat wajah damai
itu, apa kalian pernah merasakanya? Sesuatu yang hangat dan berdesir di
dada.
Cinta itu seperti angin, dia bisa bergerak diamana saja, angin ada
disemua belahan bumi yang memiliki oksigen dan bergerak dengan statis,
angin bisa menyejukan, dan angin juga bisa menghancurkan, dan sepertinya
angin menerbangkanku sampai kesini, dia menyejukanku dengan pertemuanku
kepada Harum, lalu apakah angin akan menghancurkanku? karena akan
menerbangkanku lagi dan membuatku terpisah dengan harum.
Aku duduk melamun di depan tv, Harum sudah pulang jam 8 tadi, tadi dia
datang untuk menyiapkan makan malam kesukaanku, yaitu rendang.. kalian
tidak akan menyangka bagaimana Harum belajar membuat bumbu rendang dan
dengan kusus membuatkanya untuku. Perlakuanya yang lembut dan perhatian
sungguh berbeda jauh dengan rumor bahwa gadis jepang itu lebih
mementingkan karir dari pada hal-hal seperti ini.
aku meremas sebuah kertas yang membuatku tidak bersemangat selama beberapa hari ini..
kertas itu berisikan pengumuman bahwa aku sudah lulus dalam mengikuti
training magang sekaligus belajar pertanian disini, artinya adalah aku
diberi waktu seminggu untuk mengemasi barangku dan sedikit berlibur
sebelum pulang kembali ketanah air..
teman.. kalian tau ada 2 perasaan tercampur disini, antara senang dan
sedih, senang karena tanggung jawabku sudah selesai dan bisa kembali
pulang, tapi disatu sisi ada perasaan sedih jika harus meninggalkan
Harum, kenapa surat ini datang saat perasaan itu muncul? Begitu sesalku
dalam hati..
“Harum, besok jadi kan?” klik...aku memencet tombol send dan mengirimkan pesan singkat itu kepada Harum.
....
...
“tentu saja Bejo kun, aku bahkan tidak bisa tidur untuk menunggu besok” begitu balasan pesan singkat dari Harum...
Kupeluk bantal guling disebelahku erat-erat, serasa tidak sabar besok akan menghabiskan hari terakhirku disini bersama Harumi...
Sejenak aku berpikir apakah besok akan menyatakan perasaanku kepadanya?,
bahwa aku menyayanginya? Tapi untuk apa? Aku menyatakan cinta hanya
untuk berpisah? Tidak lucu, sangat tidak lucu.. bukan perkara mudah, aku
merasa jarak kami begitu.. begitu jauh, perbedaan, budaya, jarak dan
waktu, dan juga masalah perbedaan keyakinan juga menjadi halanganku,
ahhggggghhh rasanya buyar. Dan semalaman aku hanya melamun sampai aku
tidak sadar sejak kapan aku tertidur.....
Pagi itu aku bersiap, kupakai kemeja terbaik yang kupunya, sepatu sudah
ku cuci dari kemarin, sssttttssssst ssssstttttt parfum murahan seharga
¥100 sudah kusemprotkan banyak-banyak kebadanku
“biar wangi” begitu gumamku didepan cermin, aku bergaya didepan cermin,
menata rambut sedemikian rupa, berusaha membuat jambul agar terlihat
lebih keren, tapi tetap saja dandanan yang kubuat agar aku terlihat
lebih perlente nampak percuma, aku tetap terlihat seperti pemuda kampung
dari jawa, apa iya Harumi seorang terpelajar dari jepang yan aduhai nan
cantik mau menerima perasaanku yang hanya bekas Mahasiswa Drop out dari
Universitas Negri Keguruan yang ada di jogja ini? Aku hanya anak
petani, kehidupanku sangat sederhana di kampung halamanku, tapi entah
kenapa aku yakin.. aku yakin untuk mengutarakan perasaanku kepada Harum
hari ini, karena tidak ada cinta yang sia-sia, kecuali cinta yang tidak
diutarakan...
aku berjalan menuju hunian sementar milik Harum, kado kecil seukuran
kotak rokok terselip di tas selempang yang aku sampirkan di bahu,
Rumah yang dihuni harum jauh lebih bagus dari miliku, dan saat aku sudah
diambang pintu, belum juga mengetuk pintu itu sudah terbuka dan apa
yang ada dibalik pintu itu membuat aku terperangah dan secara tidak
sadar bibirku bertasbih “subhanallah”
Aku seolah melihat malaikat, bukan... bukan seolah.. mungkin yang aku
lihat benar adalah malaikat, hanya saja berujud manusia, “sempurna”
walau kata itu tidak pas disandang manusia, tapi tetap menurutku
penampilan Harum waktu itu sangat sempurna, dengan rambut indah yang
tergerai style pakaian yang anggun namun santai dikenakanya dengan pas,
polesan makeup tipis diwajahnya membuanya semakin elok dipandang, untuk
beberapa detik saya Cuma bisa bengong.
“kenapa? Apa pakaianku terlihat aneh untukmu?,dan apaitu Subhanallah?” tanya Harum
“em.. subhanallah berarti Maha Suci Tuhan, yang menciptakan orang
sepertimu” jawabku yang sukses membuat pipi putihnya bersemu merah...
Kami berjalan menuju sebuah tempat yang sebenarnya sudah pernah kami
kunjungi, yaitu Sorakuen sebuah taman tradisonal yang persis berada di
pusat kota Kobe, suasananya indah, sangat indah dengan kolam yang berisi
ikan koi, pohon cemara khas jepang, dan disampingku berdiri seorang
gadis idamanku, yang tanpa aku sangka Harum memnggenggam tanganku...
“benarkah ini hari terakhirmu?, haruskah kamu plang secepat ini?”
pertanyaan harumi mengejutkanku, apakah ada perasaan berat sama seperti
yang aku rasakan?
Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan Harum..
“dan apa kamu akan meninggalkanku?” tanyanya lagi..
Aku hanya mengangguk lagi, kali ini dengan kata “iya” meluncur dari bibirku..
Harum melempar pandanganya ke sebuah pohon sakura yang bergerak tertiup
angin, sayang peristiwa ini tidak berbarengan dengan festifal Hanami,
tampak raut kesedihan tergambar di wajah Harum, kami sedang duduk
disebuah bangku yang dibuat seperti batu pinggir sungai, kuhela nafas
panjang, dan dengan nekat aku duduk didepanya...
“Harum... terimakasih, terimakasih untuk pertemuan singkat kita ini,
semua yang sudah kita lewati sangat berharga buatku, tidak seharipun aku
tidak bahagia bersamamu,tidak sedetikpun yang ingin aku sia-siakan
untuk menikamati moment bersamamu, tapi... bukanya perpisahan itu adalah
hal yang hakiki dari sebuah pertemuan?, dan disin, aku ingin mengatakan
bahwa mungkin aku gila, karena sudah berani menyayangimu Harum” ucap
saya samnil menatap dalam-dalam matanya yang indah, saya tidak tau dari
mana kata-kata itu saya dapat, semua terucap begitu saja dan apa adanya.
Harum menutup mulurnya, matanya terlihat berair dan dengan sedikit bergetar dia berkata
“akupun demikian Bejo Kun, kenapa kamu baru mengatakanya sekarang?, kenapa kamu mengatakanya saat kita harus berpisah?”
Hari itu adalah salah satu hari terberatku, dimana semua perasaan
tercampur aduk, lega telah mnyatakanya, senang mendengar jawaban yang
inginkudengar dari harum, namun sedih ketika realita yang ada
mengharuskan aku harus pulang, dan pergi meninggalkanya.. Harum, gadis
berbeda agama, budaya dan negara yang membuatku jatuh hati sekaligus
patah hati di waktu yang sama.
Tuhan yang maha menguasai perasaan, cinta adalah anugrah sekaligus
ujian, anugrah yang memeberikan kenikmatan saat bisa menggapai esensi
dan pengakuan cinta dari seseorang, tapi satu sisi Tuhan menguji kita
bagaimana sikap dan iman kita saat cinta tak bisa sampai.
Aku merenungi hal ini saat di pesawat,aku merenunginya kenapa Tuhan
melakukanya? Tapi aku membuat secarik kesimpulan bahwa Tuhan akan
memberikan yang terbaik untuk umatnya, Untuk Harumi hari ini biarlah
kita sama-sama sakit, sama-sama hancur. Tapi usaplah air matamu, semoga
kita segera sadar bahwa dunia lebih luas daripada Kobe dan Jogjakaruta,
jika mungkin kita tidak berjodoh sebagai pasangan, aku berdoa semoga
kita berjodoh sebagai sahabat, usaplah.. usaplah air matamu Harumi..
waktu yang akan menyembuhkan kita..
Jogjakaruta, 2014
-Tamat
1 komentar:
pertamax :P
Posting Komentar