Kalian tau bedanya aku dengan Murti? yaaa kadang murti bisa sangat
tempramental, walaupun sebenarnya aku tau dia itu sangat arif. perlakuan
tidak adil, hinaan serta cercaan sudah sangat biasa di telinga kami dan
sering kali aku dapat menahan tempramenya. Tapi kali ini lain,
nampaknya Murti tidak bisa mentolerir lagi.
“ini sudah keterlaluan wisnu!!.” Bentaknya dengan keras.
“Murti tahan emosimu, ini Cuma akan memperpanjang masalah!”
Tapi murti menghiraukanku, sulit bagiku untuk merebut kendali lagi
ditengah emosinya yang memuncak. Satu hal yang kalian harus tau pada
situasi ini atau situasi lain dimana kami lebih mementingkan ego maka
mengambil alih tubuh ini bukanlah urusan yang mudah, bagaimanapun Murti
lebih kuat secara mental dari pada aku..
“Murti dengerin aku! Aku ini kakakmu!” bentaku balik.
“yaa aku tau, dan biarin adikmu ini membela kakaknya!”
Ahhh.. aku malah merasa ngeri, yaa ini bukan kali pertama Murti kalap.
Terakhir dia seperti ini malah berujung pada situasi yang serba sulit...
Kurasakan tubuhku berjalan sendiri, otot-ototku menegang dan urat yang
ada di kepalaku terasa kaku, tangan ini mengepal dengan begitu
kencangnya.. mataku menyorot tajam kepada kumpulan anak berseragam putih
abu-abu itu.. kurasakan tenggorokanku bergetar namun tidak bersuara
dengan jelas, murti menggeram sepertinya dia sangat marah. Tubuhku yang
dikendalikan oleh Murti ini benar-benar tidak mau diajak kompromi.
Kugunakan kalimatku untuk membatalkan niatanya namun percuma...
Yang berusan melempar plastik air itu adalah rekan sekelasku. Kelas 2
IPA seorang yang paling tinggi itu pasti pelakunya, dia adalah Efendi
akan kujelaskan tentang dia nanti, aku tidak ada waktu menceritanya
sekarang. Situasinya sedang gawat, tubuhku sudah bergerak menuju mereka
dan siap beradu. Sorot mataku menatap tajam efendi yang dengan
congkaknya berkacak pinggang sambil tertawa menantang. Satu, dua,
tiga,empat efendi bersama beberapa temannya. Reno, Arwis, Adnan. Mereka
menertawakanku yang basah dan belepotan dengan air yang bercampur
lumpur.. kepalaku memutar melihat sekeliling dan karena itu diparkiran
tentunya situasinya ramai, aku melihat mereka. Anak-anak lain yang juga
kebetulan melihat kejadian barusan, banyak yang ikut menertawai,
beberapa diantaranya ada yang diam sambil melirik dengan sinis kearah
effendi dan kroninya, dan yang tidak peduli tentang hal ini cukup
banyak, mereka bersikap netral, seolah tidak terjadi apa-apa.kemudian
berjalan pergi. Pemandangan pembullian terhadapku sudah sangat biasa
disini, mereka sudah tidak heran..
“murti, ingat terakhir kali kamu begini?endingnya aku yang kesusahan”
kataku mungkin memberikan peringatan terakhir kepada Murti.
Kulihat efendi dengan sok jagoan mulai menyingsingkan lengan baju dengan muka yang aku yakin akan membuat kalian jengkel.
Jaraku dengan rombongan mereka tinggal dua meter lagi, dan mereka tambah belagu sambil mengejek dengan sok..
Makin dekat..... dan......
Murti lewat begitu saja, dia hanya diam dan menunduk melewati ganknya
efendi, fiuuhhh lega sekali akhirnya Murti memutuskan untuk tidak
bertindak bodoh..
“hahahaha.. liat kan? Liat kan?? Dia gak bakal berani.. orang aneh
banci!!!” kata efendi dengan berteriak diiringi gelak tawa
teman-temannya yang duduk diatas motor mereka.
Tubuhku terus berjalan, kepalaku terus menunduk. Aku berusaha
menghiraukan gangguan mereka, walaupun sudah jelas mereka sangat
menginjak harga diriku.. murti menggerakan tubuhku sampai pada deret
ujung jejeran motor diparkiran, dan tanpa kuduga sebelumnya..
Murti berbalik menendang motor yang distandar paling ujung sambil berteriak
“siapa yang kamu sebut banci?!! Dasar banci!!!” dan tentu saja seperti
domino yang dijatuhkan, motor itu secara runtut berjatuhan termasuk
mereka yang duduk diatas motor..
Bruuk... bruukk.. bruukkk
“woyyy brengsek!!” teriak mereka yang saling tumpah tindih karena
terjepit motor yang jatuh, beberpa diantara mereka berteriak kesakitan
karena terkena knalpot panas tanpa bisa melepaskan diri.
Kegilaan murti tidak berhenti, entah motor-motor ini milik siapa dia
sudah tidak peduli dan meloncat keatas motor-motor yang ambruk itu. Dia
berjalan menginjak-injak dan menuju efendi yang tertindih sebuah motor
yang berjenis japstyle..
“murti!!! Stopp!!!” aku berteriak,namun nampaknya Murti malah makin menjadi..
Dengan satu hentakan dia meloncat dan mendarat diatas motor yang
menindih efendi. Sama sekali dia tidak bicara saat tinjuku mengepal dan
beradu dengan tulang hidung efenndi. Craaatttt!! Darah langsung muncrat
membasahi kepalan tanganku.. entah apa yang dikatakan efendi dia hanya
bisa meracau dengan tidak jelas, hanya satu tangannya yang bebas dan dia
gunakan untuk melindungi wajahnya, namun itu tidak akan menghalangi
murti, tangan-tanganku berasa berkontraksi dan seolah melepaskan amarah
yang lama sekali terpendam. Dan tiba-tiba buuggggg... aku merasakan
sakit dibagian belakang kepala, ternyata adnan, dia sudah bisa
melepaskan diri dari tindihan motor dan berusaha membalasku..
“hehhh kurang ajar!!! Sini!!! Satu lawan satu!!” teriaknya menantang.
gerakan tubuhku saat dikendalikan murti sangat cepat hingga aku tak
sadar sejak kapan tangan ini meraih helm, pasti murti tidak peduli helm
ini milik siapa dan langsung saja dengan sekedipan mata helm ini
dihantamkan pada wajah adnan. Tepat sasaran dan benar-bedar telak helm
ini melumat wajah adnan, anak tambun itu terhuyung dan jatuh sambil
memegangi wajangnya tanpa berani berdiri lagi. Dia Cuma mengeluh sakit..
sakit.. uhhhh...
“kemana perginya sombongmu tadi banci!!!” teriak Murti dengan sangat marah..
Kepalaku menoleh lagi dan menunduk kebawah, terlihat efendi sudah
setengah sadar.. dia pasti sangat kesakitan kucium bau benda terbakar,
dari sela motor yang menindihnya kulihat celana seragamnya sudah
meleleh. Aku bergidik merasakan bagaimana sakitnya jika di posisi
efendi..
Wajahnya sudah berlumur darah, pasi tulang hidungnya patah. Sedangkan
kulihat ada sobekan di mulutnya. Murti meloncat.. bruukkk dia
meloncat-loncat lagi dan lagi.. ahhh aku merasa ngeri sekali, yang
kukhawatirkan bukan lagi efendi melainkan Murti..
Aku merasa, murti sangat senang.. dia ... dia sangat menikmatinya..
sekarang murti bukan lagi berkelahi tapi menyiksa! Senyum simpul penuha
rti tersunggingdi bibirku..
“murti hentikan!!!” teriaku dari dalam, dan sekali lagi tidak digubris olehnya..
Suasana parkiran yang tadinya ramai menjadi makin ramai, para cewek
teriak histeris, sedangkan cowok-cowok yang disekitar situ seperti tidak
punya cukup nyali untuk menghentikan murti... ketiga teman efendi tadi
sudah kabur entah kemana. Sedangkan adnan dia dipapah beberpa orang yang
kawannya yang juga tidak berani membela efendi.
Satpam.. kemana satpam yang biasa jaga parkiran? Tanyaku..
Hari ini sungguh beruntung buat murti, dan sangat sial buat efendi..
Brukk brruukk tiga bogem melayang lagi kewajah efendi, kali ini tanpa perlawanan..
“rasanya enak??.. haha pastinya enak banget seperti hinaanmu!!” kata
murti sambil mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi.. dan
tiba-tiba..
“ada apa ini!!!” ahhh biasanya aku sangat takut dengan suaranya, tapi
kali ini aku merasa lega karena itu adalah guru bp kami, pak prapto..
tanganku dipegangi oleh satpam yang entah dari mana. Tubuhku diseret
menjauh dan beberapa orang mulai berkerumun membantu efendi yang
mengerang tidak jelas....
---
Aku dibawa masuk ke ruang BP dengan paksa, beberapa guru berlarian
karena mengetahui terjadi perkelaihan antar murid yang mungkin akan
berakibat fatal..
“oohh terimakasih murti, kini aku dalam masalah besar!” kataku kepada murti..
Murti masih diam, dia belum menjawab... kepalaku tertunduk, dan tanganku
mengucek lututku. Tanganku yang terkena darah dari efendi membuat
celanaku kotor dan berbau amis.. aku disuruh pak prapto untuk duduk diam
disini, nampaknya para guru sedang sibuk untuk membantu efendi...
--
Hari itu seisi sekolah geger, karena sebuah perkelahian.kalau
perkelahian itu dilakukan oleh murid lain terlebih itu gerombolan efendi
yang memang berbakat bikin onar pasti tidak akan seheboh ini. Tapi kali
ini beritanya lain, efendi berkelahi dengan seorang murid yang sama
sekali tidak diperhitungkan, kuper, culun bahkan gila... sangat gila
bahkan karena anak gila itu tiba-tiba berubah dari yang semula tenang
dan pendiam menjadi liar dan tidak kenal takut...
Efendi mengalami patah tulang hidung, 5 jahitan di bagian mulut, dan
luka bakar karena terpanggang kenalpot di bagian kakinya. Sedangkan
aku.. aku sehat-sehat saja, begitu juga dengan murti tidakada luka yang
berarti kami terima.. aku diganjar skorsing selama 2 minggu, dan mau
tidak mau berurusan dengan pihak kepolisian.. yaa walaupun aku belum
dipidanakan aku dan murti harus dikenakan wajib absen...
Orangtuaku, mereka sangat kecewa dan takut dengan kondisiku.orang yang
mengidap DID dianggap memiliki kecenderungan bunuh diri, orangtuaku
sudah cukup terbebani dengan hal itu, sekarang ditambah dengan wisnu
murti yang dianggap memiliki kecenderungan menyiksa orang lain.. aah
kini masalah kami bertambah.. lengkap sudah penderitaanku sekarang aku
tidak hanya dianggap orang aneh tapi juga psikopat...
Aku sudah menghukum murti, setiap hari dia menyesali perbuatanya, dia
tidak mau menggunakan tubuh ini bahkan jarang bicara. Lama kelamaan aku
jadi kasihan dengannya...
“murti, aku tau kamu tidak bermaksud seperti itu. Jadi ayolah kita
lanjutkan hidup kita. Kamu tau kan? Sebentar lagi skorsing kita habis,
dan aku tidak mau berangkat sekolah jika itu tanpa kamu” kataku berusaha
membujuk murti..
---
Kalian tau? Masalah tadi tidak berakhir begitu saja. Masalah itu terus
berlanjut. Jangan harap setelah kejadian itu berlalu semua akan kembali
seperti semula... tidakk sama sekali tidak!!
Pagi itu aku berangkat sekolah untuk kali pertama setelah skorsingku
berakhir,dan yang menyambutku adalah tatapan mereka... tatapan anak
–anak lain yang sekolah di tempat yang sama denganku.. jika dulu mereka
memandangku dengan tatapn aneh, jijik dan sebagainya, maka sekarang
mereka memandangku dengan lebih hati-hati..
Cara mereka melihat wisnu murti adalah dengan tatapan takut... jangan
sampai orang gila itu berbuat rusuh lagi, jangan dekati dia, nanti dia
ngamuk seperti kemarin.. mungkin begitu pikir mereka...
“bagus.. sekarang mereka tak hanya memandangku aneh, tapi mereka memandangku dengan tatapan takut”
----
0 komentar:
Posting Komentar