CERMIN (Prolog):





Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera.

Haloo , selamat pagi, siang dan malam bagi pembaca Blog Saya.
kali ini saya WN, akan membagikan sebuah cerita yang berbeda dengan 100 Tahun Setelah Aku Mati.cerita ini adalah cerita dari seorang, ehh maksud saya cerita ini dari
dua orang tapi dari dua orang yang ....... Ahhh saya sendiri bingung kalau menjelaskannya secara singkat pada kalian, simak saja ya.

cerita ini lebih nyaman saya sebut sebagai fiksi. jadi jangan over kepo ya saudara-saudara. Dan jika mungkin ada yang "seakan" mengenal tokoh dalam cerita mohon tetap anggap cerita ini fiksi, oke??

cerita ini akan sedikit panjang. saya tidak tau seberapa panjang, dan seberapa lama saya bisa menulisnya. sebisa mungkin akan saya selesaikan sampai pada titik tertentu sesuai permintaan si penutur.mohon jangan terlalu memburu, jika ada kentang mohon maaf karena keterbatasan saya,

pertanyaan lebih lanjut via ig : @wn.naufal

semoga hikmah dan pembelajaran yang mungkin ada dalam cerita ini bisa diambil oleh pembaca semua.


ini adalah cerita mereka, yang mengaku bernama WISNU MURTI, dan cerita ini dimulai!!







Sabtu, 01 April 2017

TIDAK ADA TEMAN | CERMIN Part 5

Baik aku dan Wisnu, kami sama-sama membenci satu hal dari orang-orang disekitar kami. Kalian tau apa itu? Itu adalah tatapan mereka, cara mereka melihat kami. Mereka seolah melihat sesuatu yang membuat pandangan mata kalian menjadi tidak nyaman ya seperti melihat seongok bangkai yang ditaruh di meja makan. kira-kira itulah apa yang mereka lakukan kepada kami. Dan itu terjadi sudah lama sekali, mungkin sudah sejak kami masih sekolah dasar.

Dan hari itu adalah hari kali pertama kami masuk sekolah setelah masa skorsing berakhir, bapak dan ibu kami.. hmmm jangan ditanya bagaimana mereka marah sekaligus sedih melihat kelakuan Wisnu Murti. bukan hal yang mudah memiliki seorang anak yang dianggap gila oleh khalayak umum, dan anak gila itu sudah berhasil membuat onar, dan menambah catatan kegilaanku..
Dan tentang wisnu, dia masih marah.. dia masih marah kepadaku yang tidak bisa mengkontrol diri pada kejadian tempo hari. Tapi tentunya akan segera berakhir, karena kamu tau kan. Kami saling memahami perasaan kami saling tebagi dan dia sangat mengerti kenapa aku sampai seperti itu. Kami sudah berdamai.. karena jika kami tidak segera baikan maka kami akan kesulitan sendiri saat berada di sekolah.
Baru saja kami sampai di parkiran, dan tatapan yang paling tidak kami sukai itu mulai bersliweran. Kulihat beberapa anak cewek yang sedang memarkirkan motornya di sebelah sepedaku buru-buru pergi, mengacuhkanku mungkin mereka menganggap aku tidak layak berada disini. beberapa anak lain terlihat melakukan pembicaraan dengan berbisik, entah apa yang mereka bicarakan sampai mereka harus berbisik-bisik .

--
Kami coba hiraukan tatapan aneh mereka, dan seperti biasa kutundukan kepala ini, menatap tanah dan jalan yang harus kulalui. Cercaan dengan kata babi pernah mereka sematkan kepada wisnu murti karena cara jalannya yang selalu menunduk dan tidak menoleh kearah lain. Aku tidak marah lagi, kejadian hari itu adalah pengecualian karena memang menurutku itu sangat keterlaluan, dan efendi pantas mendapatkannya. Entah bagaimana kabarnya saat ini semoga saja dia jera..

Oh iya, jangan menanyakan tokoh-tokoh lain dalam cerita ini karena aku memang tidak terlalu mengenal banyak orang, terutama anak lain yang kebetulan satu sekolahan denganku. Kalian tau aku tidak terlalu bisa bergaul, jarang sekali aku bicara. Sama halnya dengan Wisnu, walaupun sering kali wisnu lebih banyak berusaha bergaul dari pada aku, tapi percuma.. mereka malah menyingkir dan semakin menjauh dari Wisnu Murti. satu hal yang harus kalian tau tentang Wisnu, dia itu adalah orang yang sangat lemut. Bahkan untuk membunuh seekor kecoa pun mungkin dia tidak akan tega, dan banyak lagi hal lain yang nanti akan kalian ketahui seiring berjalannya cerita ini.

Kuingat hari itu adalah selasa, dan mata pelajaran matematika, dengan guru bernama Pak Badrun. Bertubuh ceking dengan rambut seperti serabut rambut jagung, mungkin kulit kepalanya jarang tersentuh sampho atau memang dia memiliki rambut berjenis kumal dari lahir. Aku tidak hentinya menguap, mata pelajaran berhitung bukan favoritku. Aku lebih menyukai mata pelajaran biologi, tapi Wisnu nampak antusias mendengar ocehan guru ambigu ini yang sedang berusaha menjelaskan teorema phytagoras untuk kesekian ratus kalinya kepada kami.. baru sekitar 20 menit sampai mas Bagio salah seorang karyawan tata usaha mengetuk pintu., dan seorang gadis yang terlihat asing berada disampingnya. Pak Badrun menghampiri dan berbicara sebentar..

“yaa anak-anak, pagi ini kita kedatangan teman baru.. datang jauh-jauh dari Bekasi dan mulai hari ini akan bergabung dengan kita.. silahkan ayo kenalan dulu dengan mbak” ujar pak Badrun dengan suara cempreng untuk mempersilahkan anak baru itu berkenalan..

“Assalamuallaikum, perkenalkan namaku Putri Arum Prabasari. Boleh dipanggil Putri, aku dari Bekasi. Salam kenal mohon kerjasamanya” kata gadis itu sambil tersenyum..

Segera saja salam kenalnya disambut riuh oleh para cowok di kelasku, anak baru selalu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi dia perempuan dan kalau boleh jujur secara fisik dia memang cantik....

“oke, kenalanya nanti ya pas jam istirahat.. sekarang biar putri duduk dulu, putri kayaknya tempat duduk semua hampir penuh kamu silahkan duduk disana ya” kata pak Badrun..

Memang guru matematika satu itu tidak pernah aku sukai, sikapnya rasis denganku. Kalian dengar kan tadi dia bilang apa... sepertinya dengan menyesal dia bilang kalau tidak ada pilihan lain untuk anak baru itu selain duduk sebangku denganku. Tidak cukupkah anak-anak lain yang bersikap demikian? Kenapa guru yang harusnya digugu lan ditiru ikut bersikap demikian. Jumlah murid dikelasku adalah 31, artinya semua memiliki teman sebangku. Kecuali aku tentunya. Dan kali ini akhirnya aku mendapat teman sebangku. Wisnu tidak bisa disebut sebangku denganku. Karena dia tidak duduk dibangku ini...

“haloo.. aku putri” kata gadis itu mengulurkan tangannya..

“Wisnu” jawabku sambil meraih jabat tangannya.

Kalian tau hal lucu setiap aku mendapat kesempatan mengenalkan diri?. Aku selalu memakai nama abangku... walaupun sebenarnya aku iniadalah murti.. ahhh tapi biarlah, untuk saat ini biar wisnu yang berkesistensi dan dianggap nyata, dia sudah terlalu baik karena mau berbagi tubuh dan memberiku kesempatan untuk hampir merasa benar-benar menjadi manusia...

Aku tidak terlalu tertarik dengan gadis bernama putri itu, secantik apapun dia.. karena aku yakin 100, atau bahkan 1000 % sikap bersahabatnya hanya akan berlaku sebentar kepada Wisnu Murti. setelah dia tau rumor mengenaiku pasti dia akan menjauh seperti mereka....

Kudengar banyak suara berbisik dari belakangku, mereka tampaknya tak senang kalau anak baru itu duduk denganku. Mereka mungkin khawatir aku akan menyakitinya seperti apa yang telah kulakukan pada efendi.. penghuni meja dibelakangku terus berbisik, aku tidak perlu bersuudzon untuk menilai mereka sedang menggunjingku. Karena sayup aku mendengar namaku disebut di obrolan mereka.. kutolehkan kepalaku dan kulirik mereka dengan tatapan sinis hingga mereka terkesiap dan menghentikan obrolannya..

“Murti... jangan bersikap seperti itu! Tidak cukupkah mereka semakin menjauhi kita?” kata Wisnu yang berteriak dari dalam kepalaku..

“yaya aku mengerti wisnu. Aku Cuma nggak suka diomongin dari belakang tapi aku denger” kataku berkilah sambil kembali memfokuskan pandanganku ke buku tulis untuk mengerjakan soal yang diberikan pak badrun..

Beberapa kali putri mengajaku ngobrol, dan kutanggapi dengan dingin dan seadanya tanpa menoleh kearahnya, wisnu berkali-kali mengatakan agar aku bersikap lebih ramah. Namun kubiarkan saja..

“untuk apa? Toh nanti dia juga bakal jauhin kita kalau udah di doktrin sama anak-anak lain” kilahku dengan ketus.

Anak baru itu nampaknya mulai bosan dengan sikapku yang seperti ini hingga dia lebih memilih berbicara dengan anak lain yang tidak sebangku dengannya..

--
Bel istirahat berbunyi pukul 09.30, seperti sekawanan bebek yang dilepas dari kandangnya seluruh isi kelas tumpah ruah keluar.. menikmati 20 menit waktu jeda yang sangat berharga ini untuk sekedar ngelaba, ke kantin, pacaran dan hal tidak penting lainnya. Kutoleh bangku disebelahku yang sudah kosong ditinggal anak baru itu yang baru menghuninya selama satu jam. Haaahh mungkin sudah dengar dia, tentang rumor orang gila yang tersangkut belajar di sekolah ini jadi dia memilih hengkang dan mencari bangku tambahan untuk duduk sendiri. Yang penting tidak duduk denganku.. begitu pikirku dalam hati.. sedangkan wisnu, sedari tadi hanya diam saja, sesekali dia berkomentar..

Aku merogoh tas yang ada di laci, berusaha mencari botol minumku.. ahh mungkin tertinggal disepeda, biasanya memang kutaruh botol minum itu di pegangan botol yang kusangkutkan di rangka sepeda.. aku keluar kelas, berjalan menunduk dan menuju parkiran...
Parkiran itu selalu penuh dengan motor yang terpakir, beberapa anak masih menggunakan cara tradisonal dengan bersepeda sama sepertiku.. kuhampiri tempat dimana tadi pagi aku menaruh sepeda gunung berwarna biru itu.. dan kalian tau?? Ingin rasanya aku memaki seseorang.. rasanya kesal sekali ban depan sepedaku kini sudah raib dicopot, untuk kesekian kalinya aku dikerjai lagi... kuredakan amarah dan rasa dongkolku yang sebenarnya tidak bisa menerima perlakuan seperti itu.. tapi aku harus menjaga perasaan Wisnu, aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi... kuambil botolminumanku dan berusaha menahan diri sambil melangkah menuju ruang kelas, dantiba-tiba...

Aku merasa dibekap dari belakang, mataku ditutup leherku terasa dicekik, dan sbuah benturan keras mendarat di ulu hatiku membuatku mengerang menahan sakit.
“uggghhhhh...”hanya suara erangan yang kukeluarkan saat pukulan lain mendarat di sekucur tubuhku.. aku merasa diseret.. dan dihempaskan sampai membentur sesutu yang keras seperti dinding.. kain bau yang dipakai menutup wajahku dibuka dan terlihat siapa mereka yang melakukan ini.. gerombolan itu.. mereka adalah gangnya effendi, tampaknya masih sangat dendam denganku dan ini adalah aksi mereka untuk membalasku..

“murti.. tolong kali ini dengarkan aku!!” kata wisnu menjerit..

Bugggg... bugggg.. buuggggg pukulan dari 4 orang atau mungkin lebih bergantian menghujam mukaku.. ingin sekali rasanya membalas. Tapi jika membalas aku tau konsekuensinya..

“kita bisa dikeluarkan murti” kata wisnu mengingatkan..

“mampus!!!.. rasain!! Rasain!!” teriak mereka dengan penuh kemenangan.. aku tersudut di pojok pagar sekolah dengan menyedihkan. dipukuli, dicaci, penganiayaan secara mental dan fisik harus rela diterima oleh dua orang Wisnu Murti... kurasakan sakit yang luar biasa akibat sebuah tendangan terakhir melayang ke kepalaku dan membuatnya terbentur dinding.. cairan hangat dan kental mulai mengalir, membasahi pelipis dan beberapa tetes mendarat ke bibirku sampai terkecap oleh lidah... asin dari rasa darah segar, dan getir dari luka hati yang mereka berikan... mereka sudah puas, mereka tinggalkan aku begitu saja, tergeletak diatas rerumputan.. terbaring lemah..

Apa tidak ada yang melihatku? Anak-anak lain?, guru? Karyawan TU? Atau siapapun.. atau mereka melihatnya? Namun membiarkan aku diperlakukan seperti ini?..
Aku bangun dan duduk bersandar pada dinding bata berlumut itu, meringis menahan sakit..
Kuarasakan air mata menetes di masing masing pelupuk mata. Mungkin kami berdua menangis, baik aku dan wisnu.. rasa sakit dari luka ini tidak seberapa, yang sangat menyakitkan adalah ironinya.. tentang takdir kami, apakah sehina itu wisnu murti?
Haaa!!!??? Ingin kutanyakan itu pada semua orang, kepada mereka yang menganggap kami gila.. dan ingin kutanyakan kepada Tuhan, kenapa menciptakan manusia seperti ini!!mungkin lebih baik aku tidak pernah ada, dan hanya tersisa wisnu agar dia bisa hidup dengan nyaman..

Seragamku koyak, sepatuku tinggal sebelah, entah dilempar kemana salah satunya, kancing-kancing bajuku terlepas. Tubuhku penuh lebam dan lecet karena dibanting kiri dan kanan... jika kulaporkan ini ke BP apakah aku akan dianggap berkelahi?? Ahhh tidak disini aku sebagai korban, tapi jika kulaporkan maka laporan semacam ini pasti sangat bosan di ditelinga pak prapto.. wisnu memintaku bersabar. Kuturuti maunya, dan kami tidak bergeming hanya duduk bersandar sambil menringis ngilu dan pilu..

Matahari meninggi, tidak juga ada diantara kami yang menggerakan tubuh ini yang seolah pasrah terpanggang matahari..
Kupejamkan mataku, menghalau sinar yang bisa merusak retina dan kornea. Sampai tidak aku sadari ada sebuah bayangan yang membua teduh..

“wisnu ..” suara itu menyeut nama abangku..

Dan kubuka kelopak mataku perlahan dan, tidak ada siapapun.. tapi sungguh aku merasa ada yang memanggilku tadi.. ahhh sudah lah, apa peduli mereka, dan apa juga peduliku..

Lebih baik aku pulang.. kataku dalam hati sambil tertatih berjalan pulang lewat jalur sempit di sela pagar yang menjadi akses bolos anak-anak di SMA pinggiran itu..

Aku terseok sambil memegangi perut yang terasa lebam aku terseok menuju pangkalan ojek, rupaku buruk sekali, pasti orang yang melewatiku mengira aku adalah pelajar yang baru saja kalah tawuran.. kutepis pandangan heran mereka yang tak sengaja berpapasan denganku, dan kuhiraukan ketika seorang ibu-ibu yang menanyaiku dan berusaha berbaik hati ingin mengantarku ke puskesmas. Namun kami cuek.. diam, baik wisnu dan murti hanya berbahasa bisu... pertanyaan dari tukang ojek yang kutumpangi juga kudiamkan.. aku tidak mau menjawab, aku hanya mau pulang...

CERMIN Part 4 CERMIN Part 6
Share:

0 komentar:

Posting Komentar