Baik aku dan Wisnu, kami sama-sama membenci satu hal dari orang-orang
disekitar kami. Kalian tau apa itu? Itu adalah tatapan mereka, cara
mereka melihat kami. Mereka seolah melihat sesuatu yang membuat
pandangan mata kalian menjadi tidak nyaman ya seperti melihat seongok
bangkai yang ditaruh di meja makan. kira-kira itulah apa yang mereka
lakukan kepada kami. Dan itu terjadi sudah lama sekali, mungkin sudah
sejak kami masih sekolah dasar.
Dan hari itu adalah hari kali pertama kami masuk sekolah setelah masa
skorsing berakhir, bapak dan ibu kami.. hmmm jangan ditanya bagaimana
mereka marah sekaligus sedih melihat kelakuan Wisnu Murti. bukan hal
yang mudah memiliki seorang anak yang dianggap gila oleh khalayak umum,
dan anak gila itu sudah berhasil membuat onar, dan menambah catatan
kegilaanku..
Dan tentang wisnu, dia masih marah.. dia masih marah kepadaku yang tidak
bisa mengkontrol diri pada kejadian tempo hari. Tapi tentunya akan
segera berakhir, karena kamu tau kan. Kami saling memahami perasaan kami
saling tebagi dan dia sangat mengerti kenapa aku sampai seperti itu.
Kami sudah berdamai.. karena jika kami tidak segera baikan maka kami
akan kesulitan sendiri saat berada di sekolah.
Baru saja kami sampai di parkiran, dan tatapan yang paling tidak kami
sukai itu mulai bersliweran. Kulihat beberapa anak cewek yang sedang
memarkirkan motornya di sebelah sepedaku buru-buru pergi, mengacuhkanku
mungkin mereka menganggap aku tidak layak berada disini. beberapa anak
lain terlihat melakukan pembicaraan dengan berbisik, entah apa yang
mereka bicarakan sampai mereka harus berbisik-bisik .
--
Kami coba hiraukan tatapan aneh mereka, dan seperti biasa kutundukan
kepala ini, menatap tanah dan jalan yang harus kulalui. Cercaan dengan
kata babi pernah mereka sematkan kepada wisnu murti karena cara jalannya
yang selalu menunduk dan tidak menoleh kearah lain. Aku tidak marah
lagi, kejadian hari itu adalah pengecualian karena memang menurutku itu
sangat keterlaluan, dan efendi pantas mendapatkannya. Entah bagaimana
kabarnya saat ini semoga saja dia jera..
Oh iya, jangan menanyakan tokoh-tokoh lain dalam cerita ini karena aku
memang tidak terlalu mengenal banyak orang, terutama anak lain yang
kebetulan satu sekolahan denganku. Kalian tau aku tidak terlalu bisa
bergaul, jarang sekali aku bicara. Sama halnya dengan Wisnu, walaupun
sering kali wisnu lebih banyak berusaha bergaul dari pada aku, tapi
percuma.. mereka malah menyingkir dan semakin menjauh dari Wisnu Murti.
satu hal yang harus kalian tau tentang Wisnu, dia itu adalah orang yang
sangat lemut. Bahkan untuk membunuh seekor kecoa pun mungkin dia tidak
akan tega, dan banyak lagi hal lain yang nanti akan kalian ketahui
seiring berjalannya cerita ini.
Kuingat hari itu adalah selasa, dan mata pelajaran matematika, dengan
guru bernama Pak Badrun. Bertubuh ceking dengan rambut seperti serabut
rambut jagung, mungkin kulit kepalanya jarang tersentuh sampho atau
memang dia memiliki rambut berjenis kumal dari lahir. Aku tidak hentinya
menguap, mata pelajaran berhitung bukan favoritku. Aku lebih menyukai
mata pelajaran biologi, tapi Wisnu nampak antusias mendengar ocehan guru
ambigu ini yang sedang berusaha menjelaskan teorema phytagoras untuk
kesekian ratus kalinya kepada kami.. baru sekitar 20 menit sampai mas
Bagio salah seorang karyawan tata usaha mengetuk pintu., dan seorang
gadis yang terlihat asing berada disampingnya. Pak Badrun menghampiri
dan berbicara sebentar..
“yaa anak-anak, pagi ini kita kedatangan teman baru.. datang jauh-jauh
dari Bekasi dan mulai hari ini akan bergabung dengan kita.. silahkan ayo
kenalan dulu dengan mbak” ujar pak Badrun dengan suara cempreng untuk
mempersilahkan anak baru itu berkenalan..
“Assalamuallaikum, perkenalkan namaku Putri Arum Prabasari. Boleh
dipanggil Putri, aku dari Bekasi. Salam kenal mohon kerjasamanya” kata
gadis itu sambil tersenyum..
Segera saja salam kenalnya disambut riuh oleh para cowok di kelasku,
anak baru selalu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi dia perempuan
dan kalau boleh jujur secara fisik dia memang cantik....
“oke, kenalanya nanti ya pas jam istirahat.. sekarang biar putri duduk
dulu, putri kayaknya tempat duduk semua hampir penuh kamu silahkan duduk
disana ya” kata pak Badrun..
Memang guru matematika satu itu tidak pernah aku sukai, sikapnya rasis
denganku. Kalian dengar kan tadi dia bilang apa... sepertinya dengan
menyesal dia bilang kalau tidak ada pilihan lain untuk anak baru itu
selain duduk sebangku denganku. Tidak cukupkah anak-anak lain yang
bersikap demikian? Kenapa guru yang harusnya digugu lan ditiru ikut
bersikap demikian. Jumlah murid dikelasku adalah 31, artinya semua
memiliki teman sebangku. Kecuali aku tentunya. Dan kali ini akhirnya aku
mendapat teman sebangku. Wisnu tidak bisa disebut sebangku denganku.
Karena dia tidak duduk dibangku ini...
“haloo.. aku putri” kata gadis itu mengulurkan tangannya..
“Wisnu” jawabku sambil meraih jabat tangannya.
Kalian tau hal lucu setiap aku mendapat kesempatan mengenalkan diri?.
Aku selalu memakai nama abangku... walaupun sebenarnya aku iniadalah
murti.. ahhh tapi biarlah, untuk saat ini biar wisnu yang berkesistensi
dan dianggap nyata, dia sudah terlalu baik karena mau berbagi tubuh dan
memberiku kesempatan untuk hampir merasa benar-benar menjadi manusia...
Aku tidak terlalu tertarik dengan gadis bernama putri itu, secantik
apapun dia.. karena aku yakin 100, atau bahkan 1000 % sikap
bersahabatnya hanya akan berlaku sebentar kepada Wisnu Murti. setelah
dia tau rumor mengenaiku pasti dia akan menjauh seperti mereka....
Kudengar banyak suara berbisik dari belakangku, mereka tampaknya tak
senang kalau anak baru itu duduk denganku. Mereka mungkin khawatir aku
akan menyakitinya seperti apa yang telah kulakukan pada efendi..
penghuni meja dibelakangku terus berbisik, aku tidak perlu bersuudzon
untuk menilai mereka sedang menggunjingku. Karena sayup aku mendengar
namaku disebut di obrolan mereka.. kutolehkan kepalaku dan kulirik
mereka dengan tatapan sinis hingga mereka terkesiap dan menghentikan
obrolannya..
“Murti... jangan bersikap seperti itu! Tidak cukupkah mereka semakin
menjauhi kita?” kata Wisnu yang berteriak dari dalam kepalaku..
“yaya aku mengerti wisnu. Aku Cuma nggak suka diomongin dari belakang
tapi aku denger” kataku berkilah sambil kembali memfokuskan pandanganku
ke buku tulis untuk mengerjakan soal yang diberikan pak badrun..
Beberapa kali putri mengajaku ngobrol, dan kutanggapi dengan dingin dan
seadanya tanpa menoleh kearahnya, wisnu berkali-kali mengatakan agar aku
bersikap lebih ramah. Namun kubiarkan saja..
“untuk apa? Toh nanti dia juga bakal jauhin kita kalau udah di doktrin sama anak-anak lain” kilahku dengan ketus.
Anak baru itu nampaknya mulai bosan dengan sikapku yang seperti ini
hingga dia lebih memilih berbicara dengan anak lain yang tidak sebangku
dengannya..
--
Bel istirahat berbunyi pukul 09.30, seperti sekawanan bebek yang dilepas
dari kandangnya seluruh isi kelas tumpah ruah keluar.. menikmati 20
menit waktu jeda yang sangat berharga ini untuk sekedar ngelaba, ke
kantin, pacaran dan hal tidak penting lainnya. Kutoleh bangku
disebelahku yang sudah kosong ditinggal anak baru itu yang baru
menghuninya selama satu jam. Haaahh mungkin sudah dengar dia, tentang
rumor orang gila yang tersangkut belajar di sekolah ini jadi dia memilih
hengkang dan mencari bangku tambahan untuk duduk sendiri. Yang penting
tidak duduk denganku.. begitu pikirku dalam hati.. sedangkan wisnu,
sedari tadi hanya diam saja, sesekali dia berkomentar..
Aku merogoh tas yang ada di laci, berusaha mencari botol minumku.. ahh
mungkin tertinggal disepeda, biasanya memang kutaruh botol minum itu di
pegangan botol yang kusangkutkan di rangka sepeda.. aku keluar kelas,
berjalan menunduk dan menuju parkiran...
Parkiran itu selalu penuh dengan motor yang terpakir, beberapa anak
masih menggunakan cara tradisonal dengan bersepeda sama sepertiku..
kuhampiri tempat dimana tadi pagi aku menaruh sepeda gunung berwarna
biru itu.. dan kalian tau?? Ingin rasanya aku memaki seseorang.. rasanya
kesal sekali ban depan sepedaku kini sudah raib dicopot, untuk kesekian
kalinya aku dikerjai lagi... kuredakan amarah dan rasa dongkolku yang
sebenarnya tidak bisa menerima perlakuan seperti itu.. tapi aku harus
menjaga perasaan Wisnu, aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi...
kuambil botolminumanku dan berusaha menahan diri sambil melangkah menuju
ruang kelas, dantiba-tiba...
Aku merasa dibekap dari belakang, mataku ditutup leherku terasa dicekik,
dan sbuah benturan keras mendarat di ulu hatiku membuatku mengerang
menahan sakit.
“uggghhhhh...”hanya suara erangan yang kukeluarkan saat pukulan lain
mendarat di sekucur tubuhku.. aku merasa diseret.. dan dihempaskan
sampai membentur sesutu yang keras seperti dinding.. kain bau yang
dipakai menutup wajahku dibuka dan terlihat siapa mereka yang melakukan
ini.. gerombolan itu.. mereka adalah gangnya effendi, tampaknya masih
sangat dendam denganku dan ini adalah aksi mereka untuk membalasku..
“murti.. tolong kali ini dengarkan aku!!” kata wisnu menjerit..
Bugggg... bugggg.. buuggggg pukulan dari 4 orang atau mungkin lebih
bergantian menghujam mukaku.. ingin sekali rasanya membalas. Tapi jika
membalas aku tau konsekuensinya..
“kita bisa dikeluarkan murti” kata wisnu mengingatkan..
“mampus!!!.. rasain!! Rasain!!” teriak mereka dengan penuh kemenangan..
aku tersudut di pojok pagar sekolah dengan menyedihkan. dipukuli,
dicaci, penganiayaan secara mental dan fisik harus rela diterima oleh
dua orang Wisnu Murti... kurasakan sakit yang luar biasa akibat sebuah
tendangan terakhir melayang ke kepalaku dan membuatnya terbentur
dinding.. cairan hangat dan kental mulai mengalir, membasahi pelipis dan
beberapa tetes mendarat ke bibirku sampai terkecap oleh lidah... asin
dari rasa darah segar, dan getir dari luka hati yang mereka berikan...
mereka sudah puas, mereka tinggalkan aku begitu saja, tergeletak diatas
rerumputan.. terbaring lemah..
Apa tidak ada yang melihatku? Anak-anak lain?, guru? Karyawan TU? Atau
siapapun.. atau mereka melihatnya? Namun membiarkan aku diperlakukan
seperti ini?..
Aku bangun dan duduk bersandar pada dinding bata berlumut itu, meringis menahan sakit..
Kuarasakan air mata menetes di masing masing pelupuk mata. Mungkin kami
berdua menangis, baik aku dan wisnu.. rasa sakit dari luka ini tidak
seberapa, yang sangat menyakitkan adalah ironinya.. tentang takdir kami,
apakah sehina itu wisnu murti?
Haaa!!!??? Ingin kutanyakan itu pada semua orang, kepada mereka yang
menganggap kami gila.. dan ingin kutanyakan kepada Tuhan, kenapa
menciptakan manusia seperti ini!!mungkin lebih baik aku tidak pernah
ada, dan hanya tersisa wisnu agar dia bisa hidup dengan nyaman..
Seragamku koyak, sepatuku tinggal sebelah, entah dilempar kemana salah
satunya, kancing-kancing bajuku terlepas. Tubuhku penuh lebam dan lecet
karena dibanting kiri dan kanan... jika kulaporkan ini ke BP apakah aku
akan dianggap berkelahi?? Ahhh tidak disini aku sebagai korban, tapi
jika kulaporkan maka laporan semacam ini pasti sangat bosan di ditelinga
pak prapto.. wisnu memintaku bersabar. Kuturuti maunya, dan kami tidak
bergeming hanya duduk bersandar sambil menringis ngilu dan pilu..
Matahari meninggi, tidak juga ada diantara kami yang menggerakan tubuh ini yang seolah pasrah terpanggang matahari..
Kupejamkan mataku, menghalau sinar yang bisa merusak retina dan kornea.
Sampai tidak aku sadari ada sebuah bayangan yang membua teduh..
“wisnu ..” suara itu menyeut nama abangku..
Dan kubuka kelopak mataku perlahan dan, tidak ada siapapun.. tapi
sungguh aku merasa ada yang memanggilku tadi.. ahhh sudah lah, apa
peduli mereka, dan apa juga peduliku..
Lebih baik aku pulang.. kataku dalam hati sambil tertatih berjalan
pulang lewat jalur sempit di sela pagar yang menjadi akses bolos
anak-anak di SMA pinggiran itu..
Aku terseok sambil memegangi perut yang terasa lebam aku terseok menuju
pangkalan ojek, rupaku buruk sekali, pasti orang yang melewatiku mengira
aku adalah pelajar yang baru saja kalah tawuran.. kutepis pandangan
heran mereka yang tak sengaja berpapasan denganku, dan kuhiraukan ketika
seorang ibu-ibu yang menanyaiku dan berusaha berbaik hati ingin
mengantarku ke puskesmas. Namun kami cuek.. diam, baik wisnu dan murti
hanya berbahasa bisu... pertanyaan dari tukang ojek yang kutumpangi juga
kudiamkan.. aku tidak mau menjawab, aku hanya mau pulang...
0 komentar:
Posting Komentar