Malam itu aku sedang belajar. Membolak balik buku pelajaran yang
menurutku sangat membosankan. Entah siapa yang membuat sistem
pembelajaran ini.
Aku menggigit pangkal pena yang kugunakan untuk mencorat coret rumus Matematika tentang perhitungan integral
parsial
yang menjadi pekerjaan rumah untuk besok. Biasanya kami akan saling
berdiskusi untuk menemukan metode hitung yang lebih mudah dalam sebuah
pemecahan rumus hitungan, entah itu matematika atau fisika. Karena
kalian tau kan apa yang diajarkan di sekolah kadang terlalu bertele-tele
untuk dikerjakan. Sangat membuang waktu.
Malam itu murti hanya diam saja, meskipun begitu ia tidak akan bisa
menyembunyikan isi pikirannya yang terbagi denganku. Putri .... siapa
lagi kalau bukan gadis itu, dia sudah berhasil membuat penuh seisi
pikiran murti..aku hanya berdiam, tidak berkomentar sama sekali.
Sebenarnya ada sedikit kekawatiran tentang hal itu, namun segera kutepis
dan tidak memikirkanya lebih jauh. Aku takut murti jadi ikut risau jika
aku terus memikirkannya. Untuk sementara ini, biarlah seperti ini, dan
mengenai hal apa yang membuatku khawatir akan kuceritakan padamu besok
teman.
“kamu sudah selesai belajar?” tanya murti yang akhirnya angkat bicara.
“aah, apa kamu mau gantian?” tanyaku kepada murti.
Murti tidak menjawab, mengambil alih tubuh ini dan menutup buku,
menggerakan badan dan berjalan menuju meja komputer, menghidupkanya dan
mencolok kabel line untuk berinternet..
“Dajjal” begtu yang dia tuliskan pada beranda
search engine yang juga biasa kamu gunakan untuk berinternet itu.
“ngapain kamu googling begituan mur?” tanyaku keheranan.
“yaa Cuma penasaran aja, si putri ngasih nama kucing tadi kok serem
banget. Jadi pengen tau dajjal itu kayak apa” kata murti dengan cuek.
“ada-ada aja. Emang ada gitu yang pernah ngefoto dajjal? Trus di upload di internet?” tanyaku mencibir.
“bawel dah ah, yaa anggep aja ini sama kayak kamu pas lagi nglukis citraresmi kemaren” jawabnya mengelak.
Aku tidak menjawab, hanya diam sambil menyimak gambar-gambar ilustrasi
dari internet yang melukiskan sosok dajjal bermata satu.. rupanya
keingin tahuan murti melebar, dia malah mengunjungi situs-situs berbau
klenik tentang hantu-hantu dan mitologi lokal yang menurutku konyol dan
tidak masuk akal. Yaa satu lagi perbedaanku dengan murti adalah tentang
bacaan.
Murti menyukai novel fantasi, yang memuat dunia-dunia baru yang liar, ajaib dan tidak masuk akal.
Seperti tulisan
Lewis carroll dengan
Alice in wonderland miliknya. Sedangkan aku lebih menyukai bacaan bersifat
exacta atau
sciensces. Entahlah kenapa bisa begitu, kenapa kita satu tubuh tapi sangat bertolak belakang?, aku sering mengilhami pemikiran
George Berkeley,
dimana dia mengatakan bahwa kita tidak dapat mengetahui tentang dunia
lebih banyak daripada yang kita dapat melalui indra. Setiap aku mendebat
soal itu murti langsung menjawab dengan kalimat galak mematikan “kalo
gitu, kamu anggap aku ini apa nu?” dan itu sukses membuatku tidak enak
hati dengan adikku yang malang ini.
Tapi akan ada hari dimana aku sadar bahwa pernyataan
George Berkeley itu keliru.. benar-benar sangat keliru!
**
senin adalah hari yang tidak menyenangkan, mayoritas pelajar pasti akan
setuju dan nampaknya Wisnu Murti masuk dalam kategori itu. Aku sedang
terkantuk-kantuk tapi berusaha tetap dalam keadaan sadar setelah
digempur ocehan pak Badrun guru matematika menyebalkan itu. Sedangkan
Putri, dia sedang mengoceh tentang bagaimana lucunya tingkah polah dari
Dajjal, kucing hutan peliharaanya. Aku sedikit sanksi, apakah benar
dajjal bisa sejinak seperti yang diceritakan putri? Karena seekor kucing
liar tidak mudah dijinakan, apalagi untuk gadis polos seperti putri.
Kutanggapi hal itu dengan biasa saja tapi rupanya murti benar-benar
memperhatikan ocehan putri tadi.
“nu ..” entah berapa kali dia berhasil mengganggu konsentrasiku yang tidak stabil ini.
“apa?”
“aku mau omong ...”
“ya omong tinggal omong aja” jawabku dengan tatapan tetap dipapan tulis berdebu itu.
Putri menaruh selembar kertas ukuran A4 diatas meja, dan pada Headline nya terbaca.
“Dibuka Pendaftaran Panitia Perkemahan Besar SMA ......”
“gimana ni maksudnya put?” tanyaku
“daftar ini yuk, lumayan itung-itung maen” kata putri sambilmenarik ujung lengan seragamku.
....
....
....
“yaa ayo deh”
Kalian tau teman, yang menjawab barusan bukan aku, sama sekali bukan
aku. Itu adalah Murti yang tidak suka berfikir panjang. Dia langsung
menyetujui ajakan putri padahal jelas sebelumnya kami tidak pernah
mengikuti kegiatan ekskul sebelumnya dan kami memiliki kesulitan dalam
berinteraksi.
“Murti!, kamu sadar apa yang kamu bilang barusan?” bentaku kepadanya.
“bukannya kamu yang bilang kalo kita harus berusaha membuka diri?” jawabnya dengan peracaya diri.
Aku tidak membantah apa yang dikaakan muri, mungkin ada benarnya juga
bahwa sekaranglah saatnya, saat yang tepat memulai awal baru...
Singkatnya hari itu kami mendaftarkan diri, di sanggar pramuka yang ada
di sekolahku. Tidak banyak hal yang menarik, wisnu muri hanya mengekor
kepada putri yang mengurus semua syarat yang harus dipersiapkan untuk
menjadi panitia perkemahan itu dan pada akhrinnya wisnu murti diterima.
Yaa walaupun harus menghadapi tatapan-tatapan tidak suka dari pengurus
ekskul ini.
****
Hari yang ditunggu tiba, itu adalah hari dimana rombongan pagi
berangkat. Murti sangat bersemangat hari itu, dia punya alasan kuat
untuk menjaga semangatnya karena ada putri. Sedangkan aku tidak terlalu
excited
pada acara ini. Perkemahan akan dilaksanakan di sebuah bumi perkemahan
disebah lereng gunung yang terpisah satu kabupaten dari Adikarta tempat
tinggal kami.
“bener kan nu, tempatnya keren.. pemandangannya ga kalah bagus dari
rumah kita” ujar putri sambil menenteng tas ransel super besar ketika
kami sudah sampai.
Tidak perlu aku ceritakan panjang lebar mengenai kegiatan kala itu,
semuanya hampir sama seperti saat kalian berkemah di SMA. Aku akan
menceritakan satu bagian menarik pada kegiatan ini yang akan aku ingat
seumur hidupku!.
---
Malam itu adalah hari kedua perkemahan, anak-anak kelas 10 yang kami
dampingi sudah pulas tertidur di masing-masing tenda mereka. Sedangkan
kami anak kelas 11 sedang melakukan koordinasi untuk kegiatan malam
ala-ala perkemahan. Teman, kalian tau ternyata kegiatan ini bukan ide
yang buruk. Wisnu murti cukup diterima baik, awalnya memang kesulitan.
Tapi setelah kami mulai bekerja sama mereka dapat mengesampingkan imej
jelekdari wisnu murti.
Pelajaran pertama kalau mau punya teman. “Ikutlah kegiatan pramuka”.
“nahh semua sudah mengerti tugas masing-masing?” kata Pradana yang menjadi ketua panitia.
Kami semua mengangguk tanda paham, meskipun disini aku kurang setuju
dengan acara semacam ini. Kegiatan malam saat itu adalah jerit malam.
Teman kalian tau? Ini adalah sebuah pola pendidikan yang keliru.
Harusnya kegiatan semacam ini dilarang, ini sudah termasuk pemloncoan
dengan menakut-nakuti peserta. Nama jerit malamsebenarnya juga sebuah
kesalah pahaman. Yang harusnya bernama jurit malam, bertujuan untuk
menumbuhkan keberanian peserta didik, namun bukan berarti harus ditakut
takuti. Mungkin kalian pernah mengalami hal serupa selama berkemah.
Aku sudah memakai kostumku, bersama 4 orang tumbal lain kami harus
menjadi pocong dan bersembunyi di beberapa tempat untuk mengejutkan
peserta yang lewat.
Aku, akbar, ramdhan, Tanto, dan budi. Semua sudah ditentukan titik
sembunyinya. Beberapa di persimpangan jalan, ada yang di bawah pohon,
ada yang di semak-semak. Lalu dimana Wisnu Murti?
Aku memilih spot paling angker. Yaitu di sebuah perkuburan tua yang
sudah tidak terpakai, sengaja aku mengajukan diri,selain agar terkesan
pemberani aku juga ingin memberi pelajaran pada Murti yang selalu
tertarik dengan hal-hal gaib yang sama sekalitidak aku percaya.
“apa kamu segitu bodonya nu?,kenapa milih disini sih!!” gerutu murti yang mulai ketakutan karena suasana yang sangat mencekam.
Kuhiraukan ocehannya yang beruntun dan mengeluarkan pergelangan tangan
dari kain kafan yang melilitku. Sudah jam 01.30, artinya anak-anak kelas
10 sudah mulai jalan..
“nu, kata orang-orang disini angker bangett yuk ahhh cabut,kita cari
tempat yang lebih enakan” murti mulai merengek meminta aku untuk
berpindah dari kuburan orang mati ini..
“ini pelajaran buat kamu mur!, biar kamu ga penakut lagi masalah ginian,
lagi pula yang kamu takutin apa to? Ini Cuma kuburan. Orang-orangnya
udah mati semua, gak mungkin bisa gerak lagi” protesku kepada murti.
Kami terus berdebat malam itu, kuhiraukan suara-suara jangkrik, dan
binatang malam seperti burung hantu yang saling bersahutan. Malam itu
kami diterangi sinar purnama yang berpendar. Dan entah sedari kapan,
tiba-tiba terdengar suara seperti orang berjalan...
“ssssttt udah, ini kayaknya ada yang mulai dateng”kataku menyudahi debat
kami dan bersembunyi di balik sebuah nisan bertahun 1972..
“nu.... nu... kayaknya itu bukan anak kelas 10 deh!” jerit murti dari dalam kepalaku.
Benar saja, itu memang bukan anak kelas 10, mee meeelainkan..
“pocong nu!!!” teriak murti histeris.
“muur!! Jangan penakut napa sih?, liat tu apa iya ada pocong obesitas
kayak gitu, itu pasti si budi. Dia kan mangkal ga jauh dari sini” kataku
sambil mengamati pocong yang meloncat-loncat dengan kepayahan itu, dia
melintas persis di depan kami yang tengah sembunyi, nampaknya dia
ketakutan juga jadi dia meloncat dengan terburu-buru dan Bruuuggggg...
Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak saat melihatnya, coba kalian
bayangkan ada pocong yang jatuh tengkurap dengan badan tambunnya, entah
jika aku adalah peserta kemah aku harus ketakutan atau malah tertawa..
“hahahaa. Ayo kita bantu dia, padahal kan kain bagian bawah bisa dibuka
buat jalan. Ngapain dia loncat-loncat begitu” kataku kepada murti sambil
membuka ikatan di pergelangan kakiku agar bisa berjalan dengan leluasa.
Baru saja aku hendak menghampiri si budi yang tengkurap di pinggir
jalan, aku sudah tidak melihatnya lagi.. serius!, dia hilang begitu
saja..
“mur.. kamu lihat gak??”tanyaku dengan suara bergetar..
“nu .. jjjaaaa.jaanggan-jj jjaangan” jawab murti yang jelas sangat ketakutan dengan suara yang terbata.
Belum lama keheranan kami mengenai kemana si budi yang menghilang dalam
sekejab tadi, kami harus segera sembunyikarena mendengar suara berdebam
dan jeritan dari beberapa anak cewek yang mulai di terror pada kegiatan
yang katanya pendidikan karakter ini..
Aku berdiri mematung di antara batu-batu nisan yang nyarisruntuh itu
memasang wajah paling mengerikan dan sukses membuat semua peserta lari
terbirit-birit..
“aaaa!!!! Pocongggg!!!” begitu teriak mereka dan berlari lagi, kemudian ada teriakan yang sama tak jauh dari posisi kami..
“denger mur? Itu pasti si budi.. ga usah parnoan” kataku sambil menenangkan murti yang sudah paranoid sedari tadi...
---
Kegiatan itu selesai pada pukul 03.00 dan alhamdulillah semuanya
lancar.. semua peserta tidak mengalami gangguan yang berarti dan kami
memberitahu bahwa penampakan yang mereka lihat adalah panitia yang
sengaja membuat kejutan malam itu. Segera saja raut wajah mereka berubah
dari awalnya ketakutan menjadi helaan nafas lega, dan segera berganti
lagi menjadi berbagai macam ekspresi, ada yang tertawa, ada juga yang
menggerutu karena kesal..tampak bapak ibu guru dibelakang kami hanya
tersenyum sambil mengawasi kegiatan kami..
“waahh..kok bisa serem gitu sih kak pocong nya?” kata seorang anak cewek
“iya apa lagi yang dikuburan tadi.. hiiii..” kata teman disebelahnya.
“iya, kirain tadi pocong nya Cuma ada satu..eee ternyata rombongan.ada enem, haha”
Pradana mendengar obrolan mereka dan menyenggolku pelan.
“nu, yang jadi pocong tadi Cuma berlima kan?” tanya dia dengan suara pelan.
Kuiyakan pertanyaannya, dan kebingungan mulai hinggap di benaku..
pradana kemudian memberikan pertanyaan berapa jumlah pocong yang dilihat
peserta, dan semua menjawab
“ada enam kak!, yang di kuburan malah ada dua” kata mereka saling bersahutan..
Pucat pasi rasanya wajahku saat mendengar jawaban mereka, jaadi apa yang aku lihat tadi beneran....
“Bud, tadi kamu mangkal di deket kuburan kan?” tanyaku pada budi yang berada di sebelahku.
Anak tambun itu menggeleng, “aku tadi sembunyi di bawah pohon randu nu, jauh dari tempatmu”
.....
.....
Malam itu kegiatan dicukupkan, peserta dipersilahkan kembali
beristirahat di tenda masing-masing. Jika tadi yang ketakutan adalah
peserta kemah maka kini giliran kami sebagai panitia yang ketakutan.
Bagaimana tidak, kegiatan malam itu meninggalkan sebuah misteri, yaitu
siapa yang menjadi pocong ke enam? Dan sialnya pocong ke lima dan enam
tadi dikatakan peserta berada di kuburan. Aku adalah pocong ke lima..
jadi si.. siiiapa yang menjadi pocong ke enam???
**
Malam itu wisnu murti mendapat pelajaran baru.
1. Teori dari
George Berkeley itu keliru
2. Jerit malam adalah ide kegiatan yang buruk
3. Ternyata pocong juga bisa jatuh tersandung
4. Pocong bisa mengidap obesitas
Dan hari itu juga aku akan lebih menddengarkan murti, ternyata benar..
apa yang tidak terlihat belum tentu itu tidak ada.. malam yang tidak
terlupa, malam kepo... ketemu pocong.
0 komentar:
Posting Komentar